Skip to main content

SAMBILOTO (Andrographis paniculata)

Ketersediaan di kebun Toga Stikes Al-Fatah : Tersedia Di Kebun 2 Kelompok 5



Klasifikasi 

Kingdom: Plantae

Divisi: Magnoliophyta

Kelas: Magnoliopsida

Ordo: Lamiales

Famili: Acanthaceae

Genus: Andrographis

Spesies: Andrographis paniculata (Burm.f.) Wall. ex Nees


Pendahuluan

Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) merupakan salah satu tanaman obat tradisional yang telah lama digunakan dalam pengobatan di berbagai negara Asia, terutama Indonesia, India, Tiongkok, dan Thailand. Tanaman yang dikenal dengan sebutan "King of Bitters" ini memiliki rasa yang sangat pahit namun menyimpan berbagai khasiat farmakologis yang luar biasa. Dalam sistem pengobatan tradisional Indonesia (jamu), sambiloto telah digunakan secara turun-temurun untuk mengatasi berbagai macam penyakit, mulai dari demam, infeksi, hingga gangguan pencernaan. Keberadaan sambiloto sebagai tanaman obat telah diakui secara ilmiah melalui berbagai penelitian yang mengungkap kandungan senyawa aktif dan mekanisme kerjanya dalam tubuh.

 

Taksonomi dan Morfologi

Sambiloto termasuk dalam familia Acanthaceae dengan klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Scrophulariales, Familia Acanthaceae, Genus Andrographis, dan Spesies Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees. Tanaman ini memiliki karakteristik morfologi yang khas, berupa herba tahunan yang dapat tumbuh hingga ketinggian 50-110 cm. Batangnya berbentuk segi empat dengan warna hijau keunguan, beruas-ruas, dan bercabang banyak. Daun sambiloto berbentuk lanset dengan ujung runcing, tepi rata, dan permukaan atas berwarna hijau tua sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda. Panjang daun berkisar 2-12 cm dengan lebar 1-4 cm, tersusun berhadapan pada batang.

Bunga sambiloto berukuran kecil dengan warna putih keunguan atau putih kemerahan, tersusun dalam malai yang keluar dari ujung batang atau ketiak daun. Bunga berbentuk tabung dengan bibir atas dan bawah, dimana bibir atas berwarna putih sedangkan bibir bawah memiliki bercak ungu kecoklatan. Buah sambiloto berbentuk kapsul lonjong dengan panjang sekitar 1,5-2 cm dan lebar 0,5 cm, berwarna hijau saat muda dan coklat kehitaman saat tua. Setiap buah mengandung 10-12 biji yang berbentuk pipih dan berwarna kuning kecoklatan. Akar sambiloto berupa akar tunggang berwarna putih kekuningan yang bercabang-cabang.

 

Kandungan Kimia:

Sambiloto mengandung berbagai senyawa kimia yang berkontribusi terhadap aktivitas farmakologisnya. Kandungan utama sambiloto adalah senyawa diterpenoid lakton, dengan andrographolide sebagai komponen utama yang paling banyak diteliti. Andrographolide merupakan senyawa bioaktif utama yang memberikan rasa pahit pada sambiloto dan bertanggung jawab atas sebagian besar efek farmakologisnya. Selain andrographolide, sambiloto juga mengandung senyawa diterpenoid lain seperti deoksiandrografolid, neoandrografolid, 14-deoksi-11,12-didehidroandrografolid, homoandrografolid, dan andrografid.

Kandungan senyawa lain yang terdapat dalam sambiloto meliputi flavonoid seperti polimetoksiflavon, andrografin, panikulin, mono-O-metilwithin, apigenin-7,4-dimetil eter, 5-hidroksi-7,2,3-trimetoksiflavon, dan 5-hidroksi-7,2-dimetoksiflavon. Sambiloto juga mengandung alkaloid, saponin, tanin, dan berbagai mineral seperti kalsium, kalium, natrium, dan zat besi. Kandungan kimia sambiloto dapat bervariasi tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, lokasi tumbuh, waktu panen, dan metode ekstraksi yang digunakan. Daun sambiloto umumnya memiliki kandungan andrographolide tertinggi dibandingkan bagian tanaman lainnya.

 

 

Aktivitas Farmakologi

Sambiloto memiliki berbagai aktivitas farmakologi yang telah dibuktikan melalui penelitian in vitro, in vivo, dan uji klinis. Aktivitas hepatoprotektor merupakan salah satu khasiat yang paling terkenal dari sambiloto, dimana ekstrak dan senyawa andrographolide mampu melindungi hati dari kerusakan akibat berbagai hepatotoksin seperti karbon tetraklorida, parasetamol, dan alkohol. Mekanisme hepatoproteksi sambiloto melibatkan aktivitas antioksidan, peningkatan aktivitas enzim antioksidan endogen, serta penghambatan peroksidasi lipid dan nekrosis sel hati.

Aktivitas antiinflamasi sambiloto telah dibuktikan melalui berbagai model inflamasi eksperimental. Andrographolide bekerja dengan menghambat jalur NF-κB, mengurangi produksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, dan IL-6, serta menghambat aktivitas enzim siklooksigenase dan lipooksigenase. Efek antiinflamasi ini menjadikan sambiloto potensial untuk pengobatan berbagai penyakit inflamasi seperti artritis, kolitis, dan penyakit inflamasi lainnya.

Sambiloto juga memiliki aktivitas imunomodulator yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Penelitian menunjukkan bahwa sambiloto dapat meningkatkan proliferasi limfosit, meningkatkan aktivitas sel natural killer, meningkatkan produksi antibodi, dan memodulasi respon imun seluler dan humoral. Efek imunomodulator ini menjadikan sambiloto bermanfaat untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi dan penyakit.

Aktivitas antimikroba sambiloto telah dibuktikan terhadap berbagai mikroorganisme patogen. Ekstrak sambiloto dan andrographolide menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif seperti Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, dan Streptococcus pneumoniae, serta bakteri Gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, dan Salmonella typhi. Sambiloto juga memiliki aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dan aktivitas antivirus terhadap berbagai virus termasuk HIV, influenza, dan herpes simplex virus.

Aktivitas antidiabetes sambiloto telah diteliti secara ekstensif. Andrographolide dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan sensitivitas insulin, meningkatkan uptake glukosa oleh sel, menghambat glukoneogenesis hati, dan meningkatkan metabolisme glukosa. Efek antidiabetes ini menjadikan sambiloto potensial sebagai terapi komplementer untuk diabetes mellitus.

Sambiloto juga memiliki aktivitas antikanker yang menjanjikan. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa andrographolide dan senyawa sambiloto lainnya dapat menghambat proliferasi sel kanker, menginduksi apoptosis, menghambat angiogenesis, menghambat metastasis, dan memodulasi jalur signaling sel kanker. Aktivitas antikanker sambiloto telah dibuktikan pada berbagai jenis kanker seperti kanker payudara, paru, kolon, prostat, leukemia, dan hepatoma.

Aktivitas kardioprotektif sambiloto melibatkan efek antioksidan, antiinflamasi, dan penghambatan agregasi platelet. Sambiloto dapat melindungi jantung dari kerusakan iskemia-reperfusi, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar lipid darah, dan mencegah aterosklerosis. Aktivitas neuroprotektif sambiloto juga telah diteliti, menunjukkan potensi dalam mencegah dan mengobati penyakit neurodegeneratif seperti Alzheimer dan Parkinson melalui efek antioksidan dan antiinflamasi.

 

Penggunaan Tradisional dan Klinis

Dalam pengobatan tradisional, sambiloto telah digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi kesehatan. Di Indonesia, sambiloto digunakan untuk mengobati demam, infeksi saluran pernapasan, disentri, diare, kencing manis, tekanan darah tinggi, dan meningkatkan nafsu makan. Cara penggunaan tradisional sambiloto meliputi merebus daun segar atau kering untuk diminum airnya, menumbuk daun segar untuk dijadikan jus, atau mengonsumsi dalam bentuk kapsul atau tablet ekstrak kering.

Penggunaan klinis sambiloto telah dikembangkan dalam berbagai bentuk sediaan farmasi. Ekstrak terstandar sambiloto telah diproduksi dalam bentuk tablet, kapsul, dan sirup dengan dosis yang telah ditentukan. Beberapa produk fitofarmaka sambiloto telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia dengan indikasi untuk memelihara kesehatan fungsi hati, meningkatkan daya tahan tubuh, dan membantu meredakan gejala infeksi saluran pernapasan atas.

Dosis sambiloto yang direkomendasikan bervariasi tergantung pada kondisi yang diobati dan bentuk sediaan yang digunakan. Untuk ekstrak terstandar yang mengandung andrographolide, dosis umum berkisar 400-1200 mg per hari yang dibagi dalam 2-3 dosis. Untuk simplisia kering, dosis yang digunakan berkisar 1-3 gram per hari. Durasi penggunaan sambiloto untuk kondisi akut seperti infeksi saluran pernapasan atas biasanya 5-7 hari, sedangkan untuk kondisi kronis dapat lebih lama dengan pengawasan tenaga kesehatan.



 Cara Mengelola / Mengolah Sambiloto

A. Direbus (Air Rebusan / Decoction)

Cara ini paling umum:

1. Cuci bersih 10–15 helai daun sambiloto segar (atau ±5 g simplisia kering).

2. Rebus dengan 2 gelas air.

3. Biarkan mendidih hingga tersisa 1 gelas.

4. Saring, biarkan hangat, lalu minum.

Biasanya dikonsumsi 1–2 kali sehari.

B. Diseduh (Infus)

Lebih ringan daripada direbus:

1. Ambil 1–2 g daun kering (½–1 sendok teh).

2. Seduh dengan 150–200 ml air panas.

3. Diamkan 10–15 menit, saring dan minum.

C. Serbuk / Bubuk

1. Daun dikeringkan dan digiling jadi bubuk.

2. Bisa dicampur madu atau dimasukkan ke kapsul.

Dosis tradisional: 250–500 mg bubuk per konsumsi, 1–2 kali sehari.

D. Ekstrak / Kapsul Pabrikan

Paling praktis dan konsisten dosisnya.

Biasanya tersedia dalam ekstrak standar andrographolide.

Ikuti aturan pakai di kemasan, karena kadar tiap produk berbeda.


Cara Mengonsumsi

Minum

Setelah makan untuk mengurangi iritasi lambung.

Boleh dicampur madu atau jahe untuk mengurangi rasa pahit.

Lama konsumsi

Umumnya penggunaan jangka pendek (3–7 hari).

Tidak dianjurkan rutin jangka panjang tanpa pengawasan tenaga kesehatan.



Keamanan dan Efek Samping

Sambiloto umumnya dianggap aman untuk dikonsumsi dalam dosis terapeutik yang direkomendasikan. Namun, seperti obat herbal lainnya, sambiloto dapat menimbulkan efek samping pada sebagian individu. Efek samping yang paling umum dilaporkan adalah gangguan pencernaan seperti mual, muntah, diare, dan nyeri perut, terutama pada dosis tinggi. Efek samping ini biasanya ringan dan bersifat sementara. Reaksi alergi seperti ruam kulit, gatal, dan urtikaria juga dapat terjadi pada individu yang sensitif.

Beberapa kontraindikasi penggunaan sambiloto perlu diperhatikan. Sambiloto tidak direkomendasikan untuk wanita hamil karena dapat meningkatkan risiko keguguran. Sambiloto juga sebaiknya dihindari oleh ibu menyusui karena belum ada data keamanan yang memadai. Penderita penyakit autoimun seperti lupus, multiple sclerosis, atau rheumatoid arthritis sebaiknya berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsi sambiloto karena efek imunomodulatornya. Pasien dengan gangguan pembekuan darah atau yang mengonsumsi antikoagulan juga perlu berhati-hati karena sambiloto dapat meningkatkan risiko perdarahan.

Interaksi obat perlu diperhatikan saat mengonsumsi sambiloto bersamaan dengan obat lain. Sambiloto dapat meningkatkan efek obat antihipertensi sehingga dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang berlebihan. Interaksi dengan obat diabetes juga perlu diwaspadai karena sambiloto dapat meningkatkan efek penurunan glukosa darah. Sambiloto dapat berinteraksi dengan obat imunosupresan, sehingga tidak direkomendasikan untuk dikonsumsi bersamaan dengan obat-obat tersebut tanpa pengawasan medis.

 

Penelitian dan Pengembangan

Penelitian tentang sambiloto terus berkembang dengan berbagai pendekatan modern. Studi farmakologi molekuler telah mengungkap berbagai jalur signaling yang dimodulasi oleh andrographolide dan senyawa sambiloto lainnya. Penelitian tentang formulasi dan sistem penghantaran obat sambiloto juga terus dikembangkan untuk meningkatkan bioavailabilitas dan efektivitas terapi. Pengembangan nanopartikel andrographolide, liposom, dan sistem penghantaran obat lainnya telah menunjukkan peningkatan absorpsi dan efek farmakologi.

Uji klinis sambiloto untuk berbagai indikasi terus dilakukan. Beberapa uji klinis telah menunjukkan efektivitas sambiloto dalam mengurangi gejala dan durasi infeksi saluran pernapasan atas, memperbaiki fungsi hati pada hepatitis, serta membantu kontrol glikemik pada pasien diabetes. Penelitian lebih lanjut dengan desain yang lebih baik dan jumlah sampel yang lebih besar masih diperlukan untuk memvalidasi berbagai klaim tradisional dan potensi terapeutik sambiloto.

Budidaya sambiloto juga terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan industri obat herbal. Teknik kultur jaringan telah dikembangkan untuk menghasilkan bibit unggul dengan kandungan senyawa aktif yang tinggi. Penelitian tentang kondisi budidaya optimal, waktu panen yang tepat, dan metode pasca panen untuk mempertahankan kualitas simplisia sambiloto juga terus dilakukan. Standardisasi ekstrak sambiloto berdasarkan kandungan andrographolide telah menjadi fokus penting dalam pengembangan produk fitofarmaka berkualitas.

 

Kesimpulan

Sambiloto merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki potensi farmakologis yang sangat menjanjikan. Kandungan andrographolide dan senyawa bioaktif lainnya memberikan berbagai efek terapeutik termasuk hepatoprotektif, antiinflamasi, imunomodulator, antimikroba, antidiabetes, dan antikanker. Penggunaan sambiloto dalam pengobatan tradisional telah didukung oleh berbagai bukti ilmiah melalui penelitian eksperimental dan klinis. Meskipun umumnya aman, penggunaan sambiloto tetap perlu memperhatikan dosis, kontraindikasi, dan potensi interaksi obat. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengoptimalkan potensi terapeutik sambiloto dan mengembangkannya menjadi obat modern yang efektif dan aman.

 

Dirangkum Oleh: Naila Aulilia, Novelia Ranita Putri, Serli Oktaviani, Ega Dealova, Yunia Enda Lestari



DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2020). Andrographis paniculata: A Review of Pharmacological Activities and Clinical Effects. Alternative Medicine Review, 16(1), 66-77.

Aromdee, C. (2012). A Review of Chemical Constituents and Pharmacological Activities of Andrographis paniculata. Asian Biomedicine, 6(4), 505-518.

Cáceres, D. D., Hancke, J. L., Burgos, R. A., & Wikman, G. K. (2019). Prevention of Common Colds with Andrographis paniculata Dried Extract: A Pilot Double Blind Trial. Phytomedicine, 4(2), 101-104.

Chao, W. W., & Lin, B. F. (2010). Isolation and Identification of Bioactive Compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian). Chinese Medicine, 5, 17-25.

Dai, Y., Chen, S. R., Chai, L., Zhao, J., Wang, Y., & Wang, Y. (2019). Overview of Pharmacological Activities of Andrographis paniculata and Its Major Compound Andrographolide. Chinese Journal of Natural Medicines, 17(5), 321-330.

Hossain, M. S., Urbi, Z., Sule, A., & Rahman, K. M. (2014). Andrographis paniculata (Burm. f.) Wall. ex Nees: A Review of Ethnobotany, Phytochemistry, and Pharmacology. The Scientific World Journal, 2014, 274905.

Jayakumar, T., Hsieh, C. Y., Lee, J. J., & Sheu, J. R. (2013). Experimental and Clinical Pharmacology of Andrographis paniculata and Its Major Bioactive Phytoconstituent Andrographolide. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, 2013, 846740.

Kumar, R. A., Sridevi, K., Kumar, N. V., Nanduri, S., & Rajagopal, S. (2004). Anticancer and Immunostimulatory Compounds from Andrographis paniculata. Journal of Ethnopharmacology, 92(2-3), 291-295.

Mishra, K., Dash, A. P., & Dey, N. (2011). Andrographis paniculata: A Review of Its Traditional Uses, Phytochemistry and Pharmacology. Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 73(4), 364-370.

Okhuarobo, A., Falodun, J. E., Erharuyi, O., Imieje, V., Falodun, A., & Langer, P. (2014). Harnessing the Medicinal Properties of Andrographis paniculata for Diseases and Beyond: A Review of Its Phytochemistry and Pharmacology. Asian Pacific Journal of Tropical Disease, 4(3), 213-222.

Panraksa, P., Ramphan, S., Khongwichit, S., & Smith, D. R. (2017). Activity of Andrographolide Against Dengue Virus. Antiviral Research, 139, 69-78.

Saxena, R. C., Singh, R., Kumar, P., Yadav, S. C., Negi, M. P., Saxena, V. S., Joshua, A. J., Vijayabalaji, V., Goudar, K. S., Venkateshwarlu, K., & Amit, A. (2010). A Randomized Double Blind Placebo Controlled Clinical Evaluation of Extract of Andrographis paniculata (KalmCold) in Patients with Uncomplicated Upper Respiratory Tract Infection. Phytomedicine, 17(3-4), 178-185.

Sharma, M., Vohra, S., Arnason, J. T., & Einarson, T. (2009). The Effectiveness and Safety of Andrographis paniculata in Upper Respiratory Tract Infections: Systematic Review and Meta-analysis. International Journal of Pharmacy Practice, 17(4), 211-216.

Subramanian, R., Asmawi, M. Z., & Sadikun, A. (2012). A Bitter Plant with a Sweet Future? A Comprehensive Review of Andrographis paniculata. Phytochemistry Reviews, 11(1), 39-75.

Tan, W. S., Liao, W., Zhou, S., Wong, W. S., & Chan, T. K. (2017). Is There a Future for Andrographolide to Be an Anti-inflammatory Drug? Deciphering Its Major Mechanisms of Action. Biochemical Pharmacology, 139, 71-81.

Widyawati, T., Yusoff, N. A., Asmawi, M. Z., & Ahmad, M. (2015). Antihyperglycemic Effect of Methanol Extract of Andrographis paniculata (Burm. f.) Nees and Andrographolide in High-Fructose-Fat-Fed Rats. Indian Journal of Pharmacology, 47(6), 556-562.

Xu, L., Xiao, D. W., Lou, S., Zou, J. J., Fan, Y. Y., Wang, P. Y., & Xiao, X. (2012). Immune Response and Protective Effects of Andrographolide Against H1N1 Influenza Infection in BALB/c Mice. Immunopharmacology and Immunotoxicology, 34(3), 495-499.

Zhang, C. Y., & Tan, B. K. (2000). Mechanisms of Cardiovascular Activity of Andrographis paniculata in the Anaesthetized Rat. Journal of Ethnopharmacology, 69(3), 251-257.

Popular posts from this blog

Daun Sirih Hijau ( Piper betle L )

Ketersediaan di Kebun Toga STIKES Al-Fatah : Tersedia Klasifikasi klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledoneae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper bettle L. Habitat Habitat daun sirih hijau (Piper betle) adalah di daerah tropis dengan kondisi sebagai berikut: Terletak di ketinggian 200–1.000 meter di atas permukaan laut (dpl)  Memiliki curah hujan 2.250–4.750 mm per tahun  Tumbuh di tanah yang lembab dan kaya akan zat organik  Terlindung dari cahaya matahari langsung dan angin. Kandungan Menurut Hutapea (2000), senyawa  metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman sirih berupa saponin,  flavonoid, polifenol dan minyak atsiri triterpenoid, minyak atsiri (yang  terdiri atas khavikol, chavibetol, karvakrol, eugenol, monoterpena, estragol), seskuiterpen, gula, dan pati. Khasiat dan Kegunaan Sirih ber...

Jahe Merah ( Zingiber officinale var. Rubrum )

Ketersediaan di Kebun Toga STIKES Al-Fatah : Tersedia Klasifikasi Jahe Merah : Menurut Hapsoh (2008), klasifikasi dari Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber officinale var. Rubrum Habitat Jahe Merah : Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 0 – 1,700 m di atas permukaan laut. Jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup saat masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang ideal yaitu antara 25 - 30ºC. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan gembur agar akarnya berkembang dengan normal. Tanaman jahe ini tidak tahan genangan air sehingga irigasinya harus selalu diperhatikan (Hapsoh, 2011). Kandungan Jahe Merah : Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) mempunyai banyak keunggulan dib...

Kelor ( Moringa oleifera )

Ketersediaan di Kebun Toga STIKES Al-Fatah : Tersedia Klasifikasi Klasifikasi tanaman kelor adalah:  Kingdom:Plantae  Divisi:Spermatophyta  Subdivisi:Angeospermae Kelas: Dicotyledoneae Ordo: Brassicales  Familia: Moringaceae Genus: Moringa Spesies: Moringa oleifera Morfologi kelor varietas Nusa Tenggara Barat. (Pratama 2020) Habitat Kelor merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 7-11 m, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 mdpl. Kelor dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap musim kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai enam bulan (Mendieta et al., 2013). Kandungan Daun kelor sangat kaya akan vitami, mineral, asam amino dan sebagai antioksidan. Kandungan daun kelor di antaranya kaya akan vitamin A, vitamin C, vitamin B1 (tiamin), Vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 dan folat. Tanaman ini juga kaya mineral seperti magnesium, besi, kalsium, fosfor dan sen...