Skip to main content

PETAI CINA: TANAMAN LEGUMINOSA

 






PETAI CINA



 

Petai Cina termasuk dalam keluarga Fabaceae (leguminosa) yang dikenal

memiliki kemampuan mengikat nitrogen dari udara, menjadikannya sangat bermanfaat

untuk memperbaiki kesuburan tanah. Hal ini membuat petai cina banyak dibudidayakan

dalam sistem pertanian tumpangsari atau sebagai tanaman peneduh di perkebunan.

Manfaat Petai Cina

1. Tanaman Pakan Ternak

Salah satu manfaat utama petai cina adalah sebagai sumber pakan ternak,

terutama kambing, sapi, dan domba. Daun, batang, dan biji petai cina kaya akan protein

yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan hewan ternak. Dalam

beberapa penelitian, daun petai cina disebut mengandung protein kasar sekitar 25%,

yang merupakan angka cukup tinggi untuk bahan pakan alami.

Selain itu, tanaman ini mudah dicerna oleh ternak, sehingga meningkatkan

efisiensi pakan. Petai cina juga sangat adaptif terhadap berbagai jenis tanah dan kondisi

cuaca, membuatnya menjadi pilihan populer untuk pakan di daerah tropis yang memiliki

musim kering yang panjang.

2. Sumber Pupuk Hijau dan Penahan Erosi

Sebagai tanaman leguminosa, petai cina memiliki kemampuan mengikat nitrogen

dari atmosfer dan menyimpannya di dalam tanah melalui akar-akarnya. Kemampuan ini

sangat bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah, sehingga sering digunakan

sebagai tanaman penutup tanah atau dalam sistem agroforestri.

Petai cina membantu menambah unsur hara tanah, meningkatkan kualitas tanah, dan

mengurangi kebutuhan akan pupuk sintetis. Selain itu, tanaman ini juga berperan dalam

menahan erosi di daerah perbukitan atau lahan yang miring. Sistem perakarannya yang

dalam membantu menjaga struktur tanah tetap stabil dan mencegah longsor saat

musim hujan tiba.

3. Pengobatan Tradisional

Dalam pengobatan tradisional, biji petai cina sering digunakan sebagai obat

herbal untuk mengatasi cacingan. Biji petai cina mengandung senyawa aktif yang

memiliki sifat anti-parasit, sehingga efektif digunakan untuk membasmi cacing di dalam

tubuh, terutama pada anak-anak. Selain itu, bagian lain dari tanaman ini, seperti kulit

batang dan daunnya, juga dipercaya memiliki khasiat dalam pengobatan luka luar dan

penyakit kulit.

Namun, perlu dicatat bahwa konsumsi biji petai cina dalam jumlah besar secara

terus-menerus bisa berbahaya karena mengandung zat mimosin, sejenis senyawa toksik

yang dapat menyebabkan keracunan jika tidak diolah dengan benar. Oleh karena itu,

penggunaan petai cina untuk tujuan pengobatan harus dilakukan dengan hati-hati dan

sesuai dosis yang dianjurkan.

4. Sumber Energi Terbarukan

Petai Cina juga sedang dieksplorasi sebagai salah satu sumber biomassa untuk energi

terbarukan. Batang dan cabang tanaman ini memiliki kandungan lignoselulosa yang cukup

tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif melalui proses pirolisis atau

pembakaran untuk menghasilkan energi. Di beberapa negara, petai cina dijadikan bahan baku

untuk produksi briket, bioetanol, atau biomassa lainnya.

Budidaya Petai Cina

Petai cina dikenal sebagai tanaman yang mudah tumbuh dan tidak memerlukan

perawatan intensif. Ia dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis dengan

curah hujan yang bervariasi, mulai dari 500 hingga 2000 mm per tahun. Petai cina lebih suka

tanah yang gembur dengan drainase baik, meskipun ia dapat beradaptasi di tanah yang lebih

miskin hara.

Tanaman ini bisa diperbanyak melalui biji. Sebelum penanaman, biji perlu direndam

dalam air hangat selama 24 jam untuk mempercepat proses perkecambahan. Setelah ditanam,

petai cina biasanya mulai berbunga setelah 6-8 bulan, dan menghasilkan polong dalam waktu

sekitar satu tahun. Petai cina juga memiliki kemampuan untuk menumbuhkan tunas baru

setelah dipangkas, sehingga dapat dipanen berkali-kali dalam setahun.

Petai Cina adalah tanaman serbaguna yang kaya manfaat. Mulai dari sebagai sumber

pakan ternak berkualitas tinggi, pupuk hijau, hingga sebagai bahan baku energi terbarukan.

Dalam konteks pertanian berkelanjutan, petai cina juga berperan penting dalam menjaga

kesuburan tanah dan mencegah erosi, menjadikannya tanaman yang ideal untuk sistem

agroforestri.

Dengan manfaat yang begitu beragam, petai cina layak mendapatkan perhatian lebih

dari petani dan masyarakat luas. Potensi ekonominya juga cukup besar, baik sebagai pakan

ternak maupun bahan produksi lain yang bermanfaat bagi lingkungan dan kesejahteraan

manusia.

Budidaya Petai Cina

Petai cina dikenal sebagai tanaman yang mudah tumbuh dan tidak memerlukan perawatan

intensif. Ia dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis maupun subtropis dengan curah hujan

yang bervariasi, mulai dari 500 hingga 2000 mm per tahun. Petai cina lebih suka tanah yang

gembur dengan drainase baik, meskipun ia dapat beradaptasi di tanah yang lebih miskin hara.

Tanaman ini bisa diperbanyak melalui biji. Sebelum penanaman, biji perlu direndam dalam air

hangat selama 24 jam untuk mempercepat proses perkecambahan. Setelah ditanam, petai cina

biasanya mulai berbunga setelah 6-8 bulan, dan menghasilkan polong dalam waktu sekitar satu

tahun. Petai cina juga memiliki kemampuan untuk menumbuhkan tunas baru setelah

dipangkas, sehingga dapat dipanen berkali-kali dalam setahun.

Petai Cina adalah tanaman serbaguna yang kaya manfaat. Mulai dari sebagai sumber pakan

ternak berkualitas tinggi, pupuk hijau, hingga sebagai bahan baku energi terbarukan. Dalam

konteks pertanian berkelanjutan, petai cina juga berperan penting dalam menjaga kesuburan

tanah dan mencegah erosi, menjadikannya tanaman yang ideal untuk sistem agroforestri.

Dengan manfaat yang begitu beragam, petai cina layak mendapatkan perhatian lebih dari petani

dan masyarakat luas. Potensi ekonominya juga cukup besar, baik sebagai pakan ternak maupun

bahan produksi lain yang bermanfaat bagi lingkungan dan kesejahteraan manusia.

Kingdom petai cina adalah Plantae (Tumbuhan). Klasifikasi lengkapnya adalah:

Kingdom: Plantae,

Divisi: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji),

Kelas: Dicotyledonae (Tumbuhan berkeping dua),

Ordo: Fabales, dan

Famili: Fabaceae (suku polong-polongan).

Nama ilmiahnya adalah Leucaena leucocephala.

Morfologi Tumbuhan Petai cina (L. leucocephala (Lam.) De wit)) adalah tumbuhan yang

memiliki batang pohon keras dan berukuran tidak besar, daunnya majemuk dan terurai dalam

tangkai berbilah ganda, bunga berjambul berwarna putih sering disebut cangkaruk, memiliki

sistem akar tunggang (radix primaria), buahnya termasuk buah polong-polongan berisi biji-

biji kecil yang jumlahnya cukup banyak, bijinya berbentuk lonjong dan pipih, jika sudah tua

biji tersebut berwarna coklat (Praja dkk., 2016)

1.1.4 Kandungan Kimia Tumbuhan Adanya gabungan beberapa golongan senyawa yang

saling memperkuat dan mempunyai efektifitas antimikroba pada tanin, saponin dan

flavonoid (Susanti, 2016). a. Flavonoid Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan

hijau dengan mengecualikan alga dan hornwort. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua

bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah buni, dan

biji (Markham, 1988). Flavonoid merupakan senyawa polifenol. Senyawa fenol bersifat

dapat mendenaturasi ikatan protein pada membran sel, sehingga membran sel menjadi lisis

dan kemungkinan fenol menembus kedalam inti sel sehingga terjadi perubahan

permeabilitas sel yang dapat mengakibatkan terhambatnya 7 pertumbuhan sel atau matinya

sel (Pelczar & Chan, 1986). Senyawa flavonoid merupakan salah satu senyawa polifenol

mengandung 15 atom karbon dalam inti dasar, tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu

dua cincin aromatik dihubungkan oleh satuan 3 karbon yang dapat atau tidak dapat

membentuk cincin ketiga (Santoso, 2017). b. Tanin Tanin adalah senyawa polifenol dari

kelompok flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan kuat, antiperadangan dan antikanker

(anticarcinogenic). Tanin dikenal juga sebagai zat samak untuk pengawetan kulit, yang

merupakan efek tanin yang utama sebagai adstingensia yang banyak digunakan sebagai

pengencang kulit dalam kosmetik (Chastelyna, 2016). c. Saponin Saponin merupakan

senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin

membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan

tidak hilang dengan penambahan asam. Saponin merupakan golongan senyawa alam yang

rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas. Saponin dan

glikosida sapogenin adalah salah satu tipe glikosida yang tersebar luas dalam tumbuhan

(Perdana, 2016).

1.1.5 Manfaat Tumbuhan Tanaman Petai cina (L.leucocephala (Lam.) De wit)) dapat

dimanfaatkan sebagai obat-obatan diantaranya sebagai obat luka, dan sebagai obat bengkak.

Pemanfaatannya dengan cara dikunyah-kunyah atau digerus, kemudian ditempelkan pada

bagian yang luka atau bengkak (Praja dkk., 2016). Pucuknya digunakan untuk mengobati

diare, daun dan buah sebagai pakan ternak, biji petai cina berkhasiat sebagai obat cacing dan

kulit batang sebagai antiseptik (Retnaningsih, 2016).

1.2 Simplisia Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum

mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang

dikeringkan. Bahan-bahan ramuan obat tradisional seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan

hewan, sediaan sarian atau galenik yang memiliki fungsi, pengaruh khasiat sebagai obat,

dalam pengertian umum kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia (Depkes,

1995).

1.3 Ekstraksi Menurut Departemen Kesehatan RI (2006), ekstraksi adalah proses penarikan

kandungan kimia yang dapat larut dari suatu serbuk simplisia, sehingga terpisah dari bahan

yang tidak dapat larut. Menurut Depkes RI (2000), metode ekstraksi yang digunakan

diantaranya : 9

1.3.1 Cara Dingin a. Maserasi Suatu metode ekstraksi menggunakan pelarut dengan

beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara

teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada

keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus

menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulanganpenambahan pelarut setelah dilakukan

penyaringan maserat pertama dan seterusnya. b. Perkolasi Proses ekstraksi dengan pelarut

yang baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri daritahapan pengembangan bahan, tahap maserasi dan

tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai

diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bertahan.

1.3.2 Cara Panas a. Refluks Proses ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya

pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5

kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. 10 b. Soxhlet Proses ekstraksi

menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus

sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relative konstan dengan adanya

pendingin balik. c. Digesti Proses maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), secara umum dilakukan pada

temperatur 40 –50oC. d. Infus Proses ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas

air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90 –98oC selama

waktu tertentu (15 –20 menit). e. Dekok Proses infus pada waktu yang lebih lama ≥ 30 menit

dan temperature sampai titik didih air.

1.1.4 Ekstrak Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau

hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

1 1.5 Sabun Pembersih Wajah 1.5.1 Definisi Sabun pembersih wajah merupakan salah satu

pembersih yang tidak hanya digunakan untuk membersihkan sel kulit mati, kotoran, minyak,

dan kosmetik, tetapi juga merupakan langkah awal dalam perawatan kulit sehari-hari, serta

membantu mempersiapkan kulit saat pemberian pelembab atau perawatan lainnya terhadap

kulit wajah. Karakteristik yang diharapkan dari sediaan sabun pembersih wajah adalah

mampu membersihkan kulit wajah baik kotoran yang ada dipermukaan kulit wajah atau

make up, membantu sel-sel kulit mati, dan membersihkan mikroorganisme (bakteri)

(Draelos, 2010). 1.5.2 pH pH kulit wajah yaitu 5,4 – 5,9. Untuk sediaan topikal yang akan

digunakan pada kulit jika memiliki pH lebih kecil dari 4,5 dapat menimbulkan iritasi pada

kulit, sedangkan jika pH lebih besar dari 6,5 dapat menyebabkan kulit bersisik (Rahmawanty

dkk., 2015). Sedangkan untuk viskositas sediaan gel sebaiknya berada pada range 7100-

83144 cps (Chandira et al, 2010).

1.6.1 Definisi Gel Gel umumnya merupakan suatu sediaan semi padat yang jernih, tembus

cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang

disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 2008).

1.6.2 Dasar Gel Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.

a. Dasar gel hidrofobik Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel

anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara

kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan

menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus. b. Dasar gel hidofilik Dasar

gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat

dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka

pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik

kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid

hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar. Gel

hidrofilik 13 umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan

bahan pengawet (Ansel, 2008).

1.6.3 Keuntungan Sediaan Gel Keuntungan sediaan gel (Voigt, 2014) adalah sebagai berikut:

a. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit b. Efek dingin, yang dijelaskan melalui

penguapan lambat dari kulit tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis c.

Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik d. Pelepasan obatnya baik.

1.1.7 Jerawat (Acne vulgaris) Jerawat (Acne vulgaris) adalah penyakit kulit obstruktif dan

inflamatif kronik pada unit polisebasea yang sering terjadi pada masa remaja (Karauwan

dkk. 2018). Jerawat dapat menyebabkan penderita mengalami depresi, cemas dan malu

karena terganggu oleh bentuk, rasa dan inflamasi yang membuat tidak nyaman, meskipun

sebenarnya jerawat bukan merupakan suatu penyakit yang serius (Sari dkk., 2015). Acne

memiliki gambaran klinis yang beragam, mulai dari komedo, papul, pustul, hingga nodus

dan jaringan parut sehingga disebut dermatosis polimorfik dan memberi peranan poligenetik.

Pola penurunannya tidak mengikuti hukum Mendel, tetapi bila kedua orang tua pernah

menderita acne berat pada masa remajanya, anak keturunannya akan memiliki

kecenderungan serupa pada masa pubertas (Movita, 2013). 14

1.1.8 Patogenesis Jerawat Jerawat dapat terjadi jika saluran menuju permukaan kulit untuk

mengeluarkan sebum yang diproduksi oleh kelenjar minyak rambut pada lapisan dermis

tersumbat. Kondisi normal sel-sel folikel rambut dapat keluar tapi jika terjadi jerawat sel-sel

folikel rambut dan sebum akan mengumpul dan menyumbat saluran pada lapisan epidermis

sehingga membentuk komedo pada permukaan kulit. Komedo tersebut akan berkembang

menjadi inflamasi dan apabila terinfeksi oleh bakteri, utamanya Propionibacterium acnes

(Radji, 2013).

1.1.9 Bakteri Bakteri merupakan mikroba uniseluler. Bakteri umumnya berukuran kecil

dengan berat jenis 1,05-1,1 g cm-3 dan berat sekitar 10-12 g sebagai partikel kering.

Umumnya bakteri berukuran lebar 0,5-1 mikron dan panjang hingga 10 mikron (1 micron =

10-3 mm). Dinding sel bakteri mengandung kompleks karbohidrat dan protein yang disebut

peptidoglikan (Maulid, 2016).

1.9.1 Bakteri Propionibacterium acnes P. acnes adalah bakteri yang umumnya berperan

terhadap terjadinya jerawat. Bakteri ini menghasilkan lemak bebas melalui hidrolisis

trigliserida kelenjar sebasea oleh lipasenya. Asam lemak ini menyebabkan inflamasi jaringan

ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya jerawat (Jawetz)



DAFTAR PUSTAKA

M S, R. H. (2012). Petai Cina (πΏπ‘’π‘’π‘π‘Žπ‘’π‘›π‘Ž πΏπ‘’π‘’π‘π‘Žπ‘’π‘›π‘Ž π‘™π‘’π‘’π‘π‘œπ‘π‘’π‘β„Žπ‘Žπ‘™π‘Ž π‘’π‘’π‘π‘œπ‘π‘’π‘ β„Žπ‘Žπ‘™π‘Ž ):

Penggunaan Tradisional, Fitokimia, dan Aktivitas Farmakologi. Yogyakarta: Deepublish CV

Budi Utama.

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip Dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh

Bambang Sumantri. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Suryo, Joko. 2009. Rahasia Herbal Penyembuh Diabetes. Yogyakarta: PT. Bentang Pusaka.

Popular posts from this blog

Daun Sirih Hijau ( Piper betle L )

Ketersediaan di Kebun Toga STIKES Al-Fatah : Tersedia Klasifikasi klasifikasi sirih (Piper bettle L.) adalah sebagai berikut : Regnum : Plantae Divisio : Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Classis : Dicotyledoneae Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper Species : Piper bettle L. Habitat Habitat daun sirih hijau (Piper betle) adalah di daerah tropis dengan kondisi sebagai berikut: Terletak di ketinggian 200–1.000 meter di atas permukaan laut (dpl)  Memiliki curah hujan 2.250–4.750 mm per tahun  Tumbuh di tanah yang lembab dan kaya akan zat organik  Terlindung dari cahaya matahari langsung dan angin. Kandungan Menurut Hutapea (2000), senyawa  metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman sirih berupa saponin,  flavonoid, polifenol dan minyak atsiri triterpenoid, minyak atsiri (yang  terdiri atas khavikol, chavibetol, karvakrol, eugenol, monoterpena, estragol), seskuiterpen, gula, dan pati. Khasiat dan Kegunaan Sirih ber...

Jahe Merah ( Zingiber officinale var. Rubrum )

Ketersediaan di Kebun Toga STIKES Al-Fatah : Tersedia Klasifikasi Jahe Merah : Menurut Hapsoh (2008), klasifikasi dari Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Zingiberales Famili : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spesies : Zingiber officinale var. Rubrum Habitat Jahe Merah : Jahe merah (Zingiber officinale var. Rubrum) tumbuh pada daerah tropis dengan ketinggian tempat antara 0 – 1,700 m di atas permukaan laut. Jahe memerlukan suhu tinggi serta curah hujan yang cukup saat masa pertumbuhannya. Suhu tanah yang ideal yaitu antara 25 - 30ΒΊC. Untuk mendapatkan hasil rimpang yang baik, tanah harus dalam keadaan gembur agar akarnya berkembang dengan normal. Tanaman jahe ini tidak tahan genangan air sehingga irigasinya harus selalu diperhatikan (Hapsoh, 2011). Kandungan Jahe Merah : Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) mempunyai banyak keunggulan dib...

Kelor ( Moringa oleifera )

Ketersediaan di Kebun Toga STIKES Al-Fatah : Tersedia Klasifikasi Klasifikasi tanaman kelor adalah:  Kingdom:Plantae  Divisi:Spermatophyta  Subdivisi:Angeospermae Kelas: Dicotyledoneae Ordo: Brassicales  Familia: Moringaceae Genus: Moringa Spesies: Moringa oleifera Morfologi kelor varietas Nusa Tenggara Barat. (Pratama 2020) Habitat Kelor merupakan tanaman perdu dengan ketinggian 7-11 m, tumbuh subur mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 700 mdpl. Kelor dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis pada semua jenis tanah dan tahan terhadap musim kering dengan toleransi terhadap kekeringan sampai enam bulan (Mendieta et al., 2013). Kandungan Daun kelor sangat kaya akan vitami, mineral, asam amino dan sebagai antioksidan. Kandungan daun kelor di antaranya kaya akan vitamin A, vitamin C, vitamin B1 (tiamin), Vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin), vitamin B6 dan folat. Tanaman ini juga kaya mineral seperti magnesium, besi, kalsium, fosfor dan sen...